PT Wilmar Nabati Indonesia akan mulai merealisasikan produksi olefin untuk campuran bahan bakar jet pada kuartal terakhir tahun 2012. Anak usaha Wilmar Group ini telah mengeluarkan dana sekitar 70 juta dollar AS sampai 80 juta dollar AS sejak Desember 2011 lalu untuk membangun pabrik biorefinary penghasil olefin.
Taufik Tamin, Direktur Eksekutif Wilmar Nabati Indonesia mengatakan, olefin menjadi salah satu bahan baku yang bisa disubstitusikan sebagai bahan bakar jet. "Selama ini produksi olefin untuk bahan bakar jet baru dilakukan di laboratorium, baru Wilmar yang melakukan dalam skala industry di dunia," katanya. Dia menambahkan, olefin untuk bahan bakar jet dihasilkan dari pengolahan inti sawit atau kernel. Berkapasitas 500 ton per hari, pabrik biorefinary yang akan diselesaikan Wilmar selain menghasilkan olefin juga menghasilkan biodiesel.
Untuk tahap pertama Wilmar Nabati akan menggandeng PT Pertamina untuk memasarkan produk bahan bakar nabatinya tersebut. Selain akan menggandeng Pertamina, perusahaan ini dalam pengembangan bahan bakar jet juga telah bekerjasama dengan Elevance Renewable Sciences Inc. asal Amerika Serikat (AS) sejak 2010 lalu. Menurut Taufik, langkah Wilmar Nabati mengembangkan bahan bakar jet dari kelapa sawit dilakukan setelah perusahan ini membeli penemuan dari seorang peneliti penerima nobel ilmu pengetahuan, Robert H Grubbs pada tahun 2005. "Pasar energy terbarukan sangat besar, apalagi saat ini cadangan minyak bumi dunia juga semakin tipis," katanya.
Taufik menambahkan, olefin untuk bahan bakar jet menjadi bagian dari sejumlah ekspansi yang akan dilakukan Wilmar Nabati dalam beberapa tahun ke depan. Selain mengembangkan wilayah pabriknya di Gresik yang dulunya seluas 75 hektare menjadi sekitar 100 hektare dalam dua tahun ini, Wilmar Nabati juga akan meningkatkan produksi biosolar dari 2.000 ton per tahun menjadi 3.000 ton per tahun pada 2012.
Pengembangan wilayah pabrik diperlukan karena kapasitas produksi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan turunannya dari Wilmar terus melonjak. Sampai 2030, Wilmar Nabati mentargetkan produksi CPO dari 22 juta ton pada tahun ini menjadi 50 juta ton. "Gresik dipilih karena dekat dengan pasar juga bahan baku CPO dari Kalimantan," katanya.
bisniskeuangan.kompas.com