Taman Nasional Manusela, Pulau Seram, Maluku. (ilustrasi) |
Taman Nasional Manusela dikenal sebagai salah satu Taman Nasional yang terindah di Indonesia, dengan pemandangan alam yang indah dan terjaga dengan baik. Pemandangan berbukit besar diantaranya tepi Markele, lembah Manusela. Banyak aktivitas yang bisa dilakukan di sini seperti menjelajah hutan, panjat tebing, pengamatan satwa/tumbuhan. Bagi pencinta pantai, kawasan Taman Nasional Manusela ini adalah surga di dalam laut.
Kawasan Taman Nasional Manusela yang mencakup 20 persen dari keseluruhan luas Pulau Seram. Di sini terdapat Gunung Binaya yang merupakan puncak tertinggi di Maluku. Sebagian besar kawasan ini memiliki lereng yang sangat terjal dengan lembah-lembah yang dalam. Paling tepat menikmati keindahan lembah ini dengan menggunakan kapal ketinting nelayan dan menyusuri pinggir lembah.
Selain itu Kawasan Taman Nasional Manusela banyak memiliki keunikan yaitu di daerah Sawai dengan aneka karang lautnya yang indah sangat cocok untuk kegiatan snorkeling dan diving. Di samping itu, di daerah Sawai dan sekitarnya juga dapat dinikmati pemandangan tebing sawai yang indah atau wisata tirta yang dapat dinikmati dengan menggunakan fasilitas kapal cepat dan longboat milik Balai Taman Nasional Manusela. Pusat informasi Taman Nasional Manusela juga terdapat di Negeri Sawai, tepatnya di sekitar Dusun Masihulan..
Taman Nasional Manusela merupakan perwakilan tipe ekosistem pantai, hutan rawa, hutan hujan dataran rendah dan hutan hujan pegunungan di Maluku. Tipe vegetasi yang terdapat di taman nasional ini yaitu mangrove, pantai, hutan rawa, tebing sungai, hutan hujan tropika pamah, hutan pegunungan, dan hutan sub-alpin. Beberapa jenis tumbuhan di taman nasional ini antara lain tancang (Bruguiera sexangula), bakau (Rhizophora acuminata), api-api (Avicennia sp.), kapur (Dryobalanops sp.), pulai (Alstonia scholaris), ketapang (Terminalia catappa), pandan (Pandanus sp.), meranti (Shorea selanica), benuang (Octomeles sumatrana), matoa/kasai (Pometia pinnata), kayu putih (Melaleuca leucadendron), berbagai jenis anggrek, dan pakis endemik (Chintea binaya).
Gunung Binaya di Taman Nasional Manusela. (ilustrasi) |
Burung kakatua seram merupakan salah satu satwa endemik Pulau Maluku, keberadaannya terancam punah di alam akibat perburuan liar, perusakan dan penyusutan habitatnya. Satwa lainnya di taman nasional ini adalah rusa (Cervus timorensis moluccensis), kuskus (Phalanger orientalis orientalis), soa-soa (Hydrosaurus amboinensis), babi hutan (Sus celebensis), luwak (Pardofelis marmorata), kadal panama (Tiliqua gigas gigas), duyung (Dugong dugon), penyu hijau (Chelonia mydas), dan berbagai jenis kupu-kupu.
Terdapat sungai-sungai yang mengalir deras, dengan konfigurasi topografi terjal, enam buah gunung/bukit dengan Gunung Binaya yang tertinggi (± 3.027 meter dpl).
Masyarakat desa Manusela, Ilena Maraina, Selumena, dan Kanike, merupakan enclave di dalam kawasan Taman Nasional Manusela. Masyarakat tersebut telah lama berada di desa-desa tersebut, dan percaya bahwa gunung-gunung yang berada di taman nasional dapat memberikan semangat dan perlindungan dalam kehidupan mereka. Kepercayaan mereka secara tidak langsung akan membantu menjaga dan melestarikan taman nasional.
Beberapa lokasi/obyek yang menarik untuk dikunjungi:
Tepi Merkele, Tepi Kabipoto, Wae Kawa : Menjelajahi hutan, panjat tebing, pengamatan satwa/tumbuhan.
Pasahari : Pengamatan satwa rusa dan burung.
Wai Isal : Berkemah, menjelajahi hutan, pengamatan satwa/tumbuhan.
Pilana : Pengamatan kupu-kupu dan menjelajahi hutan.
Gunung Binaya : Pendakian, menjelajahi hutan dan air terjun.
Atraksi budaya di luar taman nasional yaitu Festival Masohi pada bulan November, perlombaan Kora-kora pada bulan April dan Darwin-Ambon International Yacht pada bulan Juli di Ambon.
Musim kunjungan terbaik : bulan Mei s/d Oktober setiap tahunnya.
Aksesbilitas :
Taman Nasional Manusela dapat dicapai melalui pantai Utara (Sawai dan Wahai) atau melalui pantai Selatan (Tehoru dan Moso). Route dari Moso sangat cocok bagi yang menyukai pendakian, karena kelerengannya sekitar 30%. Dari Ambon ke Masohi menggunakan ferry setiap hari sekitar delapan jam, dilanjutkan ke Saka menggunakan mobil sekitar dua jam, dan ke Wahai menggunakan speed boat sekitar dua jam. Atau, dari Ambon ke Wahai menggunakan kapal laut sekitar 24 jam (3 x seminggu). Dari Masohi ke Tehoru menggunakan kapal motor sekitar sembilan jam, dilanjutkan ke Moso dan Desa Saunulu.
travel.kompas.com, www.dephut.go.id