Cari di Blog Ini

Kamis, 18 Oktober 2012

Kotak Hitam (Black Box) Pada Pesawat Terbang

Kotak Hitam pesawat terbang atau Black Box adalah instrument perekam data penerbangan atau FDR (Flight Data Recorder) dan perekam percakapan pilot atau CVR (Cockpit Voice Recorder). Warna perangkat ini bukan hitam seperti nama sebutannya, melainkan berwarna orange terang agar dapat segera ditemukan pada reruntuhan pesawat terbang yang mengalami kecelakaan.

Kotak Hitam (Black Box) Pesawat Terbang. ZonaAero
Kotak Hitam Sang Saksi Kecelakaan Pesawat Terbang

Faktor keselamatan merupakan faktor utama dalam pengoperasian pesawat terbang. Berbagai macam regulasi dan peraturan harus ditaati, tapi kecelakaan tetap saja terjadi juga. Ada tiga faktor utama penyebab terjadinya kecelakaan yaitu faktor manusia, material dan alam, serta beberapa faktor lain diantaranya faktor manajemen dan operasional yang pada akhirnya faktor manusia juga yang paling ber-peran dalam setiap kecelakaan pesawat terbang.

Ada beberapa cara untuk mengetahui penyebab terjadinya suatu kecelakaan, diantaranya adalah dengan memasang alat perekam penerbangan yang sering disebut Black Box atau Kotak Hitam sebagai alat untuk menguak tabir penyebab kecelakaan.

Alat Perekam Penerbangan

Alat perekam penerbangan yang sering juga disebut Black Box atau kotak hitam, meskipun war-nanya tidak hitam melainkan oranye terang dengan tujuan agar mudah diketemukan bila terjadi kecelakaan, terdiri dari dua alat perekam, yaitu perekam data penerbangan atau FDR (Flight Data Recorder) dan perekam percakapan pilot atau CVR (Cockpit Voice Recorder), Wright bersaudara, penemu pesawat terbang bermesin diyakini juga sebagai pemakai pertama alat perekam data penerbangan ketika mereka merekam data putaran propeler.

Akan tetapi, penggunaan FDR dan CVR baru berkembang pada tahun 1950-an. Saat itu dimulainya era pesawat terbang jet, seperti Boeing 707, DC-8 dan lain sebagainya. Baru pada tahun 1958, badan otoritas penerbangan Amerika Serikat atau FAA mengesahkan dan mewajibkan penggunaan FOR pada penerbangan sipil.

Flight Data Recorder generasi pertama mempunyai kapabilitas perekaman yang sangat terbatas, hanya meliputi 5 parameter yaitu Heading, Attitude, Airspeed, Vertical Speed dan Time. Kelima parameter analog tersebut direkam pada Metal Foil (semacam kertas logam yang disebut Incanol Steel), yang hanya bisa dipakai satu kali perekaman, sehingga disebut juga Foil recorder. Dengan parameter terbang yang sangat terbatas pada alat ini ditambah sulitnya untuk dapat diinterpretasikan, pada tahun 1960-an badan otoritas penerbangan mengembangkan FDR generasi kedua yang menggunakan Magnetic Tape dengan format data digital dengan kemampuannya merekam jauh lebih baik dengan mencakup banyak parameter data.

FDR saja dirasa tidak cukup untuk memberikan informasi tentang suatu kecelakaan, maka diperlukan alat perekam suara di Cockpit dengan memasang beberapa mikrofon, untuk merekam percakapan pilot, komunikasi dengan Air Traffic Control (ATC). Untuk itu, CVR yang berbasis Magnetic Tape juga dikembangkan pada kurun waktu tersebut, guna melengkapi FDR dalam mengungkap kecelakaan sehingga pada tahun 1965, CVR wajib dipasang di semua pesawat terbang komersial.

Pada tahun 1990, mulai dikembangkan FDR generasi ketiga yang berbasiskan teknologi Solid State, disusul dengan CVR pada tahun 1992. Keunggulan Black Box generasi ketiga ini adalah kemampuannya untuk merekam lebih banyak parameter dan waktu yang lebih lama, biaya perawatan yang lebih rendah dan pembacaan data yang lebih mudah dibandingkan dengan Magnetic Tape. Kebanyakan pesawat terbang komersial yang beroperasi saat ini menggunakan Black Box jenis Magnetic Tape atau Solid State Memory Boards, dan beberapa tahun mendatang, per-usahaan pembuat Black Box merencanakan juga untuk dapat membuat Cockpit Video Recorder.

Cara Kerja Black Box

Magnetic Tape bekerja layaknya Tape Recorder dan pada umumnya, CVR dengan Magnetic Tape merekam selama 30 menit, dengan putaran kontinyu (Continuous Loop) dengan siklus 30 menit. Setelah satu siklus, rekaman lama akan terhapus diganti dengan rekaman baru. Sedangkan CVR berbasis teknologi Solid State mampu merekam sampai 2 jam per siklus.

Saat ini, pembuat Black Box tidak lagi membuat jenis Magnetic Tape dan mulai beralih ke Solid State Technology yang diyakini lebih andal. Solid State menggunakan sekumpulan Microchips, sehingga tidak ada bagian-bagian yang bergerak. Dengan tidak adanya bagian yang bergerak membuat biaya perawatan menjadi murah dan juga akan mengurangi kemungkinan ada ba-gian yang pecah pada waktu terjadi kecela-kaan. Kemudian data-data dan FDR dan CVR disimpan pada Memory Boards yang terdapat pada Crash Survivability Memory Unit (CSMU). Memory Boards mempunyai ruang penyimpanan data digital yang cukup un-tuk mengakomodasi rekaman percakapan pada CVR hingga 2 jam dan perekaman data pener-bangan pada FDR selama 25 jam.

Untuk dapat direkam pada FDR, pesawat terbang dilengkapi berbagai macam sensor untuk mengukur besaran-besaran (parameter) data penerbangan seperti Acceleration, Airspeed, Attitude, Flap Settings, Outside Air Temperature, Cabin Temperature and Pressure, Engine Performance dan banyak lagi. FDR jenis Magnetic Tape Recorder dapat menyimpan sekitar 100 parameter, sedangkan jenis Solid State Recorder lebih dari 700 parameter. Semua data dari sensor-sensor tersebut dikirimkan ke Flight Data Acqusition Unit (FDAU) yang terletak pada Electronic Equipment Bay di bawah Cockpit dan kemudian direkam oleh Black Box, yang terletak pada bagian belakang (ekor) pesawat terbang. Alasan pemasangan Black Box di belakang pesawat terbang me-ngingat bagian tersebut seringkali lebih utuh kon-disinya pada saat terjadi kecelakaan dibandingkan bagian depan, sehingga akan lebih melindungi ke-utuhan Black Box.

Pada kecelakaan pesawat terbang, ada kalanya bagian yang tersisa adalah Black Box, itupun mungkin hanya bagian yang disebut Crash Survivability Me-mory Unit (CSMU), karena CSMU baik pada FDR maupun CVR memang dibuat untuk dapat bertahan (Built to Survive), oleh karenanya persyaratan dan pengujian bagian ini sangatlah ketat. Beberapa hal yang harus mampu ditahan oleh CSMU di antaranya Crash Impact yang harus mampu menahan ben-turan sampal 3.400 G (gaya tarik bumi), Static Crush mampu menahan beban seberat 5.000 lb (2.500 kg) selama 5 menit pada semua sumbunya. Fire Test mampu bertahan pada suhu 2.0000 F (1.1000C) selama satu jam, mampu bertahan di kedalaman laut, berbagai macam cairan, dan sebagainya. Di samping itu, Black Box juga dilengkapi dengan Under Water Locator Beacon, untuk dapat diketahui lokasinya apabila tenggelam di laut. Alat ini mampu mengeluarkan sinyal dan kedalaman 14.000 kaki (4.267m).

Untuk dapat dianalisis, data dan FDR dan CVR dibaca dengan mengguna-kan peralatan dan piranti lunak khusus. Di Amerika Serikat, hal ini dilakukan di laboratorium badan keselamatan transportasi nasional (National Transportation Safety Board/NTSB), yang memperoleh Read Out System dan Software dan pembuat Black Box. Proses ini dapat memakan waktu mingguan bahkan berbulan-bulan. Hasil analysis dan Black Box bukanlah satu-satunya sumber untuk dapat menyimpulkan penyebab suatu kecelakaan. Para penyelidik di Indonesia yang dilaksanakan oleh Komite Nasional Keselamatan Trans-portasi (KNKT) harus menggabungkan dan mengsinkronisasikannya dengan berbagai macam temuan lainnya untuk dapat menyimpulkan secara utuh dan komprehensif. Badan Otoritas Penerbangan Amerika Serikat, Federal Aviation Administration (FAA) mewajibkan pesawat terbang komersial merekam sedikitnya 11 hingga 29 parameter, tergantung dari ukuran pesawat yang kemudian aturan ini diperbaharui pada tanggal 17 Juli 1997. Pesawat yang dibuat sesudah tanggal 19 Agustus 2002 diwajibkan untuk memiliki Black Box untuk merekam sedikitnya 88 parameter.

tnial.mil.id