Hampir satu abad sebelum satelit komunikasi dibuat dan difungsikan pada orbitnya, beberapa orang sudah membicarakan ide tentang penggunaan satelit seperti itu untuk kepentingan manusia. Meskipun pada awalnya hanya berupa penuangan fantasi dalam bentuk fiksi. Misalnya cerita pendek yang dibuat oleh Edward Everett Hale pada tahun 1869, The Brick Moon. Lalu sebuah cerita dengan tema yang sama juga sudah dikarang oleh si raja fiksi ilmiah, Jules Verne, dalam novelnya yang berjudul Begum’s Juta yang diterbitkan pada tahun 1879. Dan pada tahun 1945, Arthur C. Clark sudah menulis artikel ilmiah yang pertama kali tentang teori penggunaan satelit buatan sebagai sarana telekomunikasi. Artikel yang ditulisnya itu berjudul Extra-Terrestrial Relay.
Sebelum Clark menulis Extra-Terrestrial Relay, sebenarnya sudah ada orang yang juga membahas tentang ide penggunaan sebuah wahana angkasa sebagai sarana telekomunikasi. Dia adalah Herman Potocnik yang pada tahun 1928 menerbitkan bukunya Das Problem der Befahrung des Weltraums - der Raketen-Motor. Malah pria kelahiran Slovenia inilah yang pertama kali mengungkapkan istilah orbit geostasioner melalui bukunya itu. Dan dia menggambarkan komunikasi jarak jauh yang berlangsung antara bumi dengan wahana tersebut melalui gelombang radio. Tapi Potocnik tidak menyebutkan ide tentang fungsi wahana tersebut sebagai relay atau perantara dalam proses komunikasi jarak jauh. Ini membuatnya tidak bisa disebut sebagai orang yang pertama kali berbicara tentang satelit komunikasi sebagai gagasan ilmiah.
Berdasarkan tahapan yang dilaluinya, satelit mengalami enam tahap pengembangan. Pada tahap pertama, satelit dilontarkan menggunakan roket sejauh mungkin di ruang angkasa sehingga satelit bisa mengelilingi Bumi tepat dalam satu hari untuk satu putaran. Seperti diketahui, Bumi berputar dalam waktu 24 jam pada porosnya untuk satu kali putaran (rotasi). Oleh sebab itu, pada ketinggian sekitar 36.000 kilo meter dari Bumi, satelit komunikasi praktis dalam posisi diam meskipun sebenar sedang mengorbit mengelilingi Bumi. Pada setiap jam, satelit menempuh jarak sejauh 15 derajat dari pada jalur orbit.
Pada tahap kedua diciptakan system roket koreksi yang diatur oleh computer guna mencegah satelit bergeser dari jalur orbitnya. Pada tahun-tahun berikutnya kemampuan roket koreksi dan pemanfaatan bahan bakar sudah semakin disempurnakan sehingga sebuah satelit komunikasi mampu mengorbit hingga bertahun-tahun.
Tahap ke-3 ditandai dengan dikembangkannya system stabilisasi tiga poros yang membuat satelit tidak berubah posisinya dan antenanya selalu mengarah ke Bumi. Beberapa mesin roket kecil bekerja secara serentak untuk menjaga posisi satelit. Sebelumnya, cara yang digunakan adalah membuat satelit terus-menerus berputar pada porosnya. Gerakan berputar ini menjadikan antena hanya kadang-kadang saja mengarah ke Bumi. Jalan keluarnya adalah dibuatkan antena yang dilengkapi dengan untaian gotri agar antenna tidak ikut berputar dengan badan satelit. Fungsinya sama persis seperti gotri pada as ban sepeda.
Pada tahap ke-4 sudah berhasil dibuat roket yang mampu mengangkut beban yang jauh lebih berat. Jika roket di tahun 1962 hanya mampu mengangkut Telstar yang berbobot 64 kilogram, maka roket dewasa ini harus mampu melontarkan satelit yang bobotnya sudah dalam satuan ton hingga pada orbit geostasioner.
Sedangkan pada tahap ke-5 orang sudah mampu membuat elemen-elemen elektronis yang jauh lebih kecil dibanding elemen yang sama pada satelit generasi awal. Hingga peralatan yang bisa disertakan dalam sebuah satelit pun bisa makin banyak. Alat yang berfungsi untuk menerima dan mengirim signal namanya transponder. Jika satelit Intelsat V yang diluncurkan pada tahun 1980 hanya memiliki 12 transponder, maka satelit buatan dewasa ini memiliki puluhan bahkan ratusan transponder.
Pada tahap ke-6 sudah digunakan signal dengan frekwensi tinggi yang memiliki gelombang pendek. Perkembangan ini mengakibatkan antena di Bumi bisa dibuat dengan penampang (cawan) yang diameternya jauh lebih kecil dibanding antena pada generasi sebelumnya.