PT Dirgantara Indonesia (DI) mengalami sejumlah kendala dalam meningkatkan kapasitas produksinya, salah satu di antaranya keterbatasan hanggar. Untuk itu PT DI berencana membangun beberapa hanggar baru. "Kami masih memiliki lahan yang cukup untuk membangun hanggar baru," kata Direktur Operasional PT DI, Supra Dekanto, pada sela-sela kunjungan Wakil Menteri Pertahanan RI, Sjafrie Syamsoedin, ke PT DI, Bandung, Kamis (29/11/2012).
Dikatakan Supra, hanggar-hanggar baru itu untuk mengantisipasi kenaikan produksi. "Misalnya, produksi untuk NC 212 menjadi enam unit per tahun. Untuk CN, juga naik menjadi enam unit per tahun," ujarnya.
Selain hanggar baru, PT DI juga melakukan revitalisasi mesin produksi. "Untuk permesinan, investasinya sekitar Rp 270 miliar. Sedangkan perakitan, investasinya sekitar Rp 130-150 miliar. Total investasinya sekitar Rp 400 miliar," kata Supra.
Saat ini, kata Supra, pihaknya membidik pasar internasional, khususnya negara-negara di kawasan Asia Pasifik. Hingga 2016, PT DI telah menerima kontrak pesanan pesawat yang nilainya mencapai Rp 8 triliun. "Ada kontrak yang sudah efektif, ada yang belum," ujarnya.
Pemesanan itu, dilakukan oleh TNI AL, AU, dan AD serta Thailand. Negeri Gajah Putih tersebut memesan satu unit NC 212-400 untuk kepentingan agrobisnis. Guna memenuhi pesanan itu, PTDI bersindikasi dengan perbankan untuk pembiayaan produksinya.
Sementara Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Syamsoedin, mengatakan, pihaknya menemukan sejumlah dinamika yang berpotensi menghambat modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista) TNI. Hambatan itu meliputi soal kontrak, pembiayaan, produksi, dan pengawasan. Meski begitu, tegas Sjafrie, pemerintah menyiapkan langkah pemecahannya sekaligus terobosan guna mempercepat pencapaian target alutsista. Sebagai contoh, ujar Sjafrie, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bersiap bertemu Menteri Keuangan dan Dirjen Perencanaan Kementerian Keuangan untuk membahas skema pembiayaan proyek pengadaan alutsista berskema multiyears.
Menurutnya, untuk memproduksi pesawat, senjata, dan sebagainya, tidak dapat berlangsung selama satu bulan. Jika tidak menerapkan pendanaan dan pembiayaan multiyears, tidak tertutup kemungkinan, lembaga-lembaga BUMN, termasuk PT DI, terkena sanksi. Karena itu, kata Sjafrie, harus ada penyempurnaan dalam hal pengawasan serta pemangkasan jalur birokrasi yang berpotensi menjadi penghambat kinerja.
www.suaramerdeka.com